Senin, 06 Maret 2017

Bertemu ketua MUI

Hari ini terasa mimpi..

Sedang sholat di Masjid Nabawi membawa ayah. Tiba2 dari belakang datang 4 orang. Salah satunya agak pendek berkurudung putih, menyibak lalu maju ke barisan depan. Tepat satu baris sebelah kiri di depan saya dan ayah.

Saya perhatikan 4 orang itu, tidak asing. Ya Allah... Kyai Ma'ruf, KH Tengku Zulkarnain dan 2 lagi yang tidak saya kenal.

Pengen rasanya menghampiri tapi diantara kami, banyak jama'ah lain dari berbagai negara. Tidak mungkin juga meninggalkan ayah di barisan itu. Kami mengambil di belakang tiang agar ayah tidak dilewati jama'ah lain terutama dengan phisik tinggi besar.

Adzan dzuhur berkumandang. Saya perhatikan Kyai Ma'ruf masih di barisannya. Wah bagaimana ini. Hati ingin melangkah, tapi otak menyuruh duduk. Di samping kiri, jama'ah arab mungkin, sibuk dengan bacaan Al-qur'annya. Sebelah kiri jama'ah entah dari negara mana juga sibuk dengan amalannya. Suasananya sungguh khusuk. Tidak saling kenal, tidak saling menyapa, mungkin senyum, berkata assalamu'alaikum, lalu bersalaman dengan senyuman.

Iqomah berkumandang, barisan mulai berubah. Di depan barisanku satu persatu mulai kosong karena maju ke depan. Hati ingin maju, tapi otak menyuruh menemani ayah. Hingga, semenit kemudian, Allah memberikan jalan.

Persis di shaf depan Kyai Ma'ruf, satu posisi kosong karena jama'ahnya maju ke depan. Jama'ah arab di sebelah memandangku dan memberikan tanda untuk maju. Padahaĺ posisiku agak jauh, tapi kudapatkan shaf persis di depan Kyai. Ayah diapit jama'ah arab di posisi yang sama.

Sholat dzuhur selesai, dzikir, do'a dan ba'diyah selesai. Sekilas kulihat Kyai Ma'ruf masih diposisinya dibelakangku. Kuselesaikan ba'diyahku lebih cepat.

Selesai salam, kuputar badanku menghadap Kyai. "Kyai", sapaku. "Semoga Kyai sehat selalu", do'aku padanya. Tanganku memegang tangannya, salim sambil mencium tangannya. Kyai tersenyum dan kami berpelukan.
"Sehat-sehat ya Kyai", kataku sambil melepas pelukan.

Kemudian kusalami KH Tengku Zulkarnain serta memeluknya juga.

Aku tidak berani terlalu lama, karena aku khawatir ayah akan kehilanganku. Aku segera berlalu dengan melewati barisan arab, India atau bangsa mana lagi.

Sungguh.... pengalaman yang tidak terlupakan. Berpelukan dengan Kyai Ma'ruf....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar