Rabu, 15 Februari 2017

Setelah 15 februari 2017


Setelah 15 Februari

Oleh: Bambang Prayitno

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta telah dilaksanakan pada hari ini. Kita sudah menyaksikan hasilnya melalui quick count dan real count di sebagian besar tempat pemungutan suara (TPS). Hasil dua model perhitungan cepat banyak lembaga hari ini tak berbeda jauh. Agus-Sylvi meraih suara 17%. Sementara Ahok-Djarot meraih suara 43% dan Anies-Sandiaga meraih 40% suara. Plus minus presentase diantara pollster tak jauh berbeda.

Perhitungan masih berlanjut. Kalau posisi raihan suara masing-masing calon ini terus konsisten hingga 100 % dan tak mengalami perubahan, maka berarti,  Pilkada DKI akan berlangsung dua putaran. Dan yang berpeluang besar masuk di putaran kedua adalah Pasangan Ahok-Djarot (Nomor 2) dan Pasangan Anies-Sandiaga (Nomor 3). Prediksi ini tentu saja tak mengejutkan. Prediksi beberapa lembaga survey yang menyatakan nada yang sama.

Tapi Quick Count yang ditayangkan di banyak stasiun TV dan disebarkan di medi sosial serta pendapat para ahli pollster itu tentu saja bukan sikap resmi. Mari kita menunggu pengumuman resmi KPU pada perhitungan akhir.

Ada beberapa analisa dan prediksi menarik di putaran kedua ini. Pertama, soal prediksi akhir berdasarkan hitungan skenario oleh beberapa lembaga survey. Dalam berbagai simulasi, kalau Ahok dan Anies masuk di Putaran 2 Pilkada DKI, maka, Anies akan menang tipis. Saya ambil contohnya misalnya dari Alvara. Di Putaran kedua, Anies akan mendapatkan 49% dan Ahok akan mendapatkan 42%. Sisanya sebesar 9% belum menyenyatakan secara terbuka pilihannya. 

Kedua, terkait peta pergeseran pemilih dari pemilih (voters) calon yang gugur. Tingkat konsistensi pendukung Agus sebesar 70%. Jika masuk di Putaran 2, maka pendukung Anies yang sekarang sudah berada di posisi 40% akan mendapatkan limpahan maksimal 11-13% suara.  Tentu saja ini sangat mengkhawatiran Anies-Sandiaga. Kita masih berharap 23% dari pemilih Golput Putaran 1 akan masuk dalam pertarungan Putaran 2. Walaupun hal itu akan sulit terjadi.

Apakah ada kemungkinan Ahok memenangkan Pilkada DKI ?. Jawabannya, mungkin saja. Dan kemungkinan itu besar. Beberapa alasannya; pertama, dukungan Ahok sudah 43%. Ini mempengaruhi psikologi pilihan pemilih di Putaran 2.

Kedua, sentimen keagamaan atas Ahok dan kasusnya, menurun terus. Pada November 2016, Ahok dipandang memiliki sisi negatif oleh 78 % pemilih. Pada bulan Februari 2017 turun di 59,8 %. Kemungkinan pada bulan Maret dan April 2017 akan turun di kisaran 49-50%. Artinya, setengah pemilih Jakarta masih welcome dengan Ahok. Ketiga, adalah kekuatan dukungan media dan pengguna sosial media kepada Ahok, yang saat ini membentuk opini dan mempengaruhi pilihan pemilih. Rata-rata, hampir 9 juta orang yang membicarakan Ahok. Ini adalah modal luar biasa bagi Ahok.

Sumber utama kekalahan Agus saya kira adalah yang pertama; Agus-Sylvi mengalami penurunan drastis, akibat pergeseran pilihan kelompok rasional setelah penampilan Agus di 3 debat. Agus dianggap tidak sekompeten 2 calon lainnya. Anies mengalami kenaikan dukungan, karena selain mampu meyakinkan publik di 3 debat Pilkada DKI. Ia dengan tegas menjadi antiresa kegagalan Ahok.

Ahok mengalami kenaikan dukungan suara setelah sebelumnya sempat mengalami penurunan suara sebesar 8% pada saat setelah 411 dan 212, karena mampu meyakinkan pemilih rasional tentang kasusnya, juga programnya. Pemilih Jakarta didominasi oleh 78% pemilih yang memilih karena program dan tawaran calon. Jumlah ini, masuk sebesar 30% ke Ahok, 38% ke Anies dan 10% ke Agus.

Sumber kekalahan Agus yang kedua adalah, Agus tidak mampu melakukan kerja-kerja konsolidasi di kalangan ummat Islam. Ia mengalami stagnasi konsolidasi dukungan. Ormas muslim dan kedaerahan berpengaruh di DKI yang mendukung Agus rupanya tidak dipublish secara luar biasa. Aksi sombolik Anies mendatangi Habib Rizieq dan beberapa tokoh ummat Islam yang disebar massif visualnya pada akhir Februari merubah peta dukungan yang pada November lalu jauh dibawah Agus.

Hal lain yang juga menjadi penyebab suara Agus-Sylvi adalah kasus korupsi Sylvi yang disebar massif dalam 2 pekan ini. Lewat jejaring sosial media dimana 98 persen penduduk Jakarta mengkonsumsinya. Sementara Anies mampu meredam isu korupsinya dengan beberapa tawaran menarik untuk rakyat DKI. 16% pemilih yang terpengaruh oleh isu korupsi ketiga calon bisa ditutupi keraguannya oleh Anies dan Ahok.

Yang keempat adalah tentang pertarungan lewat media sosial antara SBY dan Antasari yang beririsan dengan Jokowi dan Ahok. Rupanya, cara komunikasi SBY yang dulu menjadi andalan sebagai "korban" tidak lagi menarik perhatian netizen dan pemilih generasi X dan Y. Ada 35% jumlah kelompok ini. Kelompok inilah yang merubah peta dukungan. Agus ditinggalkan karena faktor ayahnya yang mendominasi pertarungan dan dianggap lebay plus tidak menarik minat anak-anak muda.

Yang kelima adalah soal operasi media Anies yang massif di menit-menit terakhir dimana opsi untuk menyelesaikan Pilkada di 1 putaran nampaknya lebih menarik minat kelompok rasional muslim. Pengguna media sosial yang 98% dari pemilih Jakarta itu juga mendapatkan pesan Anies.

Mari kita berlanjut ke pembahasan ketiga, tentang proses pelaksanaan Pilkada itu sendiri. Ada beberapa problem dalam pelaksanaan Pilkada di putaran pertama yang perlu kita kritisi. Pertama, bahwa berita dan informasi hoax mendominasi percakapan pengguna media sosial. Ini bukan bagian dari demokrasi yang baik. Yang kedua, Ketidaksungguhan aparat hukum atas kasus penistaan agama oleh Ahok, menandakan bahwa aparatur kita masih terindikasi mencampur-aduk politik dan hukum. Diatas itu semua, Pilkada DKI sudah berjalan dengan baik. Ini tentu prestasi demokrasi kita yang wajib kita banggakan. Minus penistaan agama yang dilakukan oleh calon lho ya.

Keempat, terkait langkah politik ummat Islam di Pilkada DKI. Kasus penistaan agama oleh Ahok harus terus menjadi perhatian kita. Catatan-catatan menuju kemenangan calon gubernur muslim di Pilkada DKI harus menjadi perhatian kita.

Sembari kita lakukan konsolidasi terus-menerus untuk mengalahkan terdakwa penista agama. Kemenangan Ahok di putaran pertama jangan sampai mengendurkan semangat kita. Yang kedua, kasus hukum Ahok harus kita pisahkan dari urusan Pilkada. Pilkada boleh selesai, tapi urusan penistaan agama harus kita kejar sampai kemanapun. Ummat Islam harus berjuang mendapatkan keadilan. 

Wassalam.

Jakarta, 15 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar